Saya tak tahu pasti: apakah nasionalisme bangsa Indonesia sudah sangat tipis, atau rasa tak peduli dan kehilangan harga diri yang sedang melanda negeri tercinta ini. Entahlah.
Coba kita cermati kalimat yang diucapkan sang Menlu ketika selesai berbuka puasa bersama Presiden SBY jumat malam 20/8 (Kompas 22/8). Kalimat itu diucapkan sang Menlu menanggapi pertanyaan soal protes RI yang tidak ditanggapi Malaysia terkait insiden pelanggaran batas wilayah di perairan Tanjung Berkait, kepulauan Riau.
“Jika nota protes tidak ditanggapi, bisa dianggap Malaysia menerima bahwa tindakan nelayan dan petugas Polisi Diraja Malaysia itu adalah sebuah tindak pelanggaran wilayah”.
Kalimat inilah yang menyebabkan rasa nasionalisme saya terusik. Definisi seperti itu sah-sah saja. Tapi segampang itukah seorang Menlu membuat persepsi sepihak atas permasalahan yang menyangkut perbatasan 2 negara. Hebat sekali. Bila dikemudian hari, hal yang sama terjadi lagi di tempat yang sama pula, apalagi lagi alasan yang akan dikemukakan sang Menlu ini kepada rakyat Indonesia. Seperti itukah kualitas diplomasi Indonesia di tingkat dunia?
Pak Menlu, menurut saya (rakyat biasa dan bukan seorang diplomat), kalau nota protes sebuah negara tidak ditanggapi itu artinya nota protes itu dianggap tak berharga, atau dianggap sama dengan kertas pembungkus sayur busuk di pasar. Jadi opini ini pun sah-sah saja sebagaimana Menlu membuat opini.
Supaya nota protes itu dijawab, panggil Duta Besar Malaysia yang ada di Jakarta dan coba suruh/paksa dia untuk menjawabnya. Tambahi “gertakan” dengan memanggil pulang Dubes Indonesia di Malaysia selama beberapa hari/minggu. Itu baru benar. Hanya itu. Hanya sampai di situ. Belum ada statement ancaman soal pemutusan hubungan diplomatik. Hanya sampai di situ dan lihat reaksinya. Menurut saya, tindakan itu jauh lebih baik dan bermartabat daripada membuat persepsi sepihak.
Salam,
Timbul Nadeak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar