Mengapa mengharapkan sebuah kata maaf? Apakah dengan kata itu semua persoalan akan beres? Jika kesalahan yang sama baru 1 atau 2 kali terjadi, aku pun ihklas menerima kata itu. Apalagi bila disampaikan dengan tulus. Tapi untuk kasus yang sudah berulang-ulang kali terjadi, menerima kata MAAF seperti itu berarti merendahkan diriku sendiri. Orang itu pasti kutampar!
Mengharapkan perang juga bukan jalan terbaik untuk mengembalikan wibawa dan martabat bangsa Indonesia tercinta ini. Tapi membiarkan dan tetap membuka peluang hal yang sama terulang kembali juga bukan merupakan sikap yang tepat. Sangat wajar jika Presiden SBY dapat meredakan gejolak di Indonesia dengan pidato yang membanggakan dapat dengan mudah dipahami oleh rakyat Indonesia. Cukup 2 atau 3 kalimat yang bernada tegas dan "keras" seperti: "Dengan ini saya perintahkan kepada TNI untuk menjaga tapal batas maritim secara intensif, dan saya sangat prihatin jika insiden seperti itu berulang kembali di kemudian hari sehingga saya harus mengambil sikap keras".
Ada juga kalimat-kalimat lain yang tegas tetapi sedikit lebih "lunak" seperti: "Dengan ini saya perintah kepada menteri-menteri terkait untuk segera menghentikan pengiriman TKI ke Malaysia, dan segera melengkapi alutsista agar dapat secepatnya digunakan untuk menjaga tapal batas maritim secara intensif." Apalagi bila kalimat-kalimat tegas seperti itu menjadi bagian dari sebuah pidato di Mabes TNI.
Bravo Indonesia. Dalam keterpurukan, kau tetap harus menunjukkan dadamu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar